Selasa, 05 Agustus 2014

Antara cabut gigi atas dan kebutaan...

SEBUAH MITOS ATAU FAKTA?


Sejak  awal saya menempuh pendidikan dokter gigi di Kabupaten Jember, sering saya menemukan pendapat-pendapat di masyarakat yang takut cabut gigi atas, dengan alasan takut buta. Rupanya, mitos yang berkembang ini tidak main-main, banyak masyarakat yang mempercayainya. Dan saking hebatnya mitos ini berkembang, pernah suatu ketika saya silaturahmi ke rumah pasien, karena saya merawat gigi anaknya untuk saya ajak ke kampus besoknya, ada keluarganya nyeletuk, “ Mas, cabut gigi atas itu bikin buta ya?” saya jawab, oh tidak bu. Insya Allah tidak menyebabkan buta asal dilakukan oleh tenaga medis sesuai ilmu kedokteran.

Si Ibu terus berkeras “Loh iya mas...beneran bikin buta loh. Buktinya ada bapaknya teman saya. Habis cabut gigi, bapaknya dulu gak pake kacamata, sekarang pake kacamata loh!!”. Saya mencoba menjelaskan, “Tetapi si bapak tidak buta kan bu?” Si Ibu tetap ngotot, “Loh kata teman saya, bapaknya sekarang matanya agak kabur-kabur gitu.....”

Selain saya butuh si kecil untuk saya rawat, pada dasarnya saya tidak suka berdebat, karena kata Rasullullah berdebat dapat mengeraskan hati. Dan saya setuju, memang bila kita mengikuti kata hati untuk berdebat, bukan solusi atau pemecahan yang didapat, tetapi kebanyakan adalah nafsu kita untuk memenangkan perdebatan. Biasanya saya hanya terseyum saja. Tanpa berkata apa-apa. Atau mengalihkan pada pembicaraan lain. Tetapi satu hal yang jadi catatan saya, bahwa mitos ini cukup berakar kuat di masyarakat. Dan si ibu dalam tokoh kita ini, tampak puas karena merasa benar dengan apa yang menjadi pendapatnya.

Suatu ketika saya menonton televisi, waktu itu sinetron di televisi lumayan lebih berisi dibandingkan sinetron yang ada sekarang. Karena waktu  yang relatif dominan adalah TVRI. Waktu itu sinetron yang ditampilkan menceritakan kehidupan seorang bidan yang bertugas di daerah terpencil, dimana budaya masyarakat setempat lebih minded pada dukun bayi daripada kepada tenaga medis. Pada waktu bu bidan memberikan penjelasan mengenai kesehatan ibu dan anak, bu bidan yang masih muda ditantang dengan sebuah pertanyaan “Apa ibu pernah merasakan melahirkan?”. Itulah potret sebagian masyarakat kita. Dan sedikit banyak hal ini menjadi inspirasi bagi saya, saya berfikir, misalnya saya bisa memberikan bukti konkret, mungkin bisa saja masyarakat akan menjadi percaya.

PENGENALAN ANATOMI WAJAH 

Sebelum kita urai lebih lanjut, ada baiknya saya perkenalkan sedikit susunan anatomi wajah.



Warna kuning menunjukkan persarafan. Jadi dalam wajah terdapat terminal persarafan besar yaitu Nervus Trigeminus. Saraf ini terpecah menjadi tiga sub terminal yaitu Nervus mentalis yang ada di dagu, Nervus maxillaris yang di rahang atas, dan Nervus bucalis yang ada di sekitar pipi kita. Kadang yang membuat masyarakat berfikir adalah, ketika satu gigi dicabut, maka persarafan itu putus. Sehingga mengakibatkan kebutaan.

SEBUAH KONKLUSI
Marilah kita coba berfikir dengan logika yang berbeda, misalkan ruang wajah kita anggap sebagai sebuah rumah. Sedangkan persarafan adalah kabel listrik. Dimana kabel listrik itu berawal dari kabel besar PLN yang kemudian terbagi dan mengalir ke rumah-rumah, sedangkan di rumah sendiri, kabel itu terbagi dan mengalir di kamar-kamar untuk kemudian di masing-masing kamar ada yang mengalir di stop kontak ada yang mengalir di lampu kamar. Nah, kita ibaratkan gigi-gigi itu bola lampu kamar. Ketika salah satu bola lampu mati atau putus. Kita ambil dari fitingnya atau dudukannya, apakah menyebabkan kabel dalam rumah putus? Asal dilakukan dengan hati-hati dan sesuai prosedur, kabel dalam rumah tidak akan putus. Itulah logika yang dapat dipergunakan untuk menggambarkan proses pencabutan gigi.

Tetapi dengan penjelasan apapun, tanpa bukti nyata, biasanya masyarakat tidak akan langsung percaya begitu saja. Kebetulan gigi atas belakang sebelah kanan saya berlubang, sudah berkali kali di tambal sampai terakhir perawatan saraf gigi yang saya percayakan kepada dosen saya, berujung, gigi itu harus patah. Sehingga saya putuskan untuk dicabut. Dan, alhamdulilah sampai saat ini mata saya tidak apa-apa :)

      Belakangan ini adalah jurus terakhir yang saya gunakan untuk memberikan penjelasan kepada pasien dan meyakinkan kepada mereka bahwa prosedur pencabutan adalah prosedur yang aman. Karena sampai saya bertugas di Kalimantan, mitos ini juga terdengar sampai di seluruh pelosok Indonesia. Lintas pulau dan lintas suku :)




Dengan demikian, terkadang kita harus berkorban untuk memberikan yang terbaik buat masyarakat. Sekali lagi saya garis bawahi bahwa asal dilakukan oleh seorang tenaga medis dan dilakukan sesuai prosedur medis yang benar, pencabutan gigi atas tidak membawa kebutaan. Saya sudah membuktikannya, semoga bermanfaat.


Sumber : Pengalaman klinis pribadi
Kata kunci : cabut gigi, buta, gigi atas









 Selama bulan Ramadhan kami buka mulai jam 20.00-selesai